Akhir bulan September udara mulai dingin dan
hujan juga mulai turun. Itulah pertanda dimulainya awal musim gugur.
Negeri yang punya empat musim dan terkenal dengan julukan The Land of Morning Calm
begitu mempesona setiap pergantian musim tiba. Menurut sejarahnya,
nama ini diberikan oleh Kaisar Ming dari Dinasti China. Kala itu beliau
menyebut Korea sebagai negara yang sangat indah dengan alam pegunungan,
air yang bersih, dan juga suasana yang sangat tenang terutama waktu
pagi hari.
Dalam sebuah kesempatan lain Dr. Charm Lee, President Korea Tourism Organization
(KTO) yang pernah datang dan memberikan kuliah umum di kampus saya,
SolBridge International School of Business sempat bertanya kepada kami
semua: Apa yang terlintas dibenak kalian ketika pertama kali menyebut
nama Korea? Sebagian orang yang hadir menjawab Kimchi, Hanbok, K-Pop,
dan Samsung. Beliau menerangkan bahwa kalau kita gali lebih dalam
sebenarnya Korea identik dengan energi. Energi itu berasal dari gunung
dan kemudian terpancar lewat sikap yang dimiliki oleh orang Korea
seperti kerja keras, tidak mudah putus asa dan aktif. Ketika itu saya
tidak begitu paham mengenai maksud beliau tetapi sesudah pergi ke gunung
saya tahu jawabannya.
Setiap akhir minggu gunung-gunung di Korea selalu
dipenuhi oleh orang-orang yang ingin mendapatkan energi positip tersebut
di samping tentunya ingin menikmati keindahan alam. Mereka datang
secara rombongan atau sendiri-sendiri. Naik gunung di Korea sangat
berbeda dengan naik gunung di Indonesia. Hampir di semua gunung yang ada
sudah dibuat jalan yang bagus. Bahkan di beberapa gunung yang sangat
tinggi mereka ada fasilitas cable car. Informasi mengenai jalur-jalur pendakian juga sangat gampang didapat terutama lewat situs Korea National Park. Hiking dan naik gunung menjadi kegiatan rutin yang mereka lakukan termasuk saya.
Ramalan cuaca menyebutkan bahwa hujan akan turun
pada hari Minggu, 4 November 2012 sore hari ketika saya memutuskan untuk
pergi ke Gunung Naejangsan. Naejang dalam bahasa Korea berarti banyak rahasia dan San
berarti gunung. Naejangsan yang terletak di kota Jeongeup propinsi
Jeolla-do, tiga jam perjalanan dari Seoul naik bis atau kereta merupakan
tujuan wisata utama masyarakat Korea dan warga negara asing untuk
menikmati keindahan alam musim gugur terutama daun-daun crimson yang
berwarna-warni. Berbeda dengan musim semi dimana daun-daun mekar dari
bawah ke atas yaitu dari kota Busan, Daejeon kemudian Seoul, perubahan
warna daun pada musim gugur akan dimulai dari atas ke bawah yaitu gunung
di dekat Seoul, Daejeon, dan kemudian Gwangju.
Karena diprediksikan hujan pada sore hari, saya
memutuskan untuk naik kereta paling pagi yaitu jam 06:00 dari kota saya
tinggal, Daejeon, yang berjarak kurang lebih 1.5 jam dari kota Jeongeup.
Di dalam perjalanan saya tidak dapat melihat apa-apa karena cuaca masih
sedikit gelap. Tepat jam delapan pagi saya sudah sampai di stasiun
kereta api Jeongeup. Hampir di setiap sudut stasiun saya menemukan
gambar-gambar daun crimson. Pemerintah kota ini seakan tahu
persis bahwa orang datang ke kota ini untuk menikmati indahnya musim
gugur. Dari stasiun saya naik bis umum ke Naejangsan yang berjarak
kurang lebih 20 menit.
Jika Anda terburu-buru Anda bisa juga naik taksi
yang tentu saja harganya akan lebih mahal. Suhu udara pada hari tersebut
berkisar 6 derajat dan angin bertiup sedikit kencang. Hal ini membuat
saya dan rombongan sedikit kedinginan. Jika ingin pergi ke gunung,
pastikan bahwa selain bekal makanan, Anda juga harus menyiapkan
peralatan lengkap terutama baju hangat, kaos tangan, topi, dan juga
celana gunung. Hal ini akan membuat nyaman pendakian Anda.
Sesudah sarapan pagi di terminal bis, akhirnya
pendakian dimulai. Harga tiket masuk ke Naejangsan National Park adalah
KRW 3,000 atau sekitar 30,000 Rupiah. Ada beberapa jalur pendakian dari
tingkat dasar sampai tingkat tinggi yang dapat ditempuh oleh para
pengunjung. Dua tahun lalu, saya mengambil jalur tingkat tinggi dengan
pendakian sekitar 12 km dengan jarak tempuh 8 jam. Kali ini saya
mengambil jalur yang paling mudah yaitu sekitar 4 km dengan jarak tempuh
sekitar 2 jam. Sesampainya di pintu masuk, ribuan orang juga sudah siap
melakukan pendakian. Tujuan mereka sama yaitu menikmati dan
mengabadikan keindahan Naejangsan pada musim gugur.
Di dalam National Park selain observatory platform yang terletak di dekat salah satu puncak Naejangsan, Yeonjabong, ada beberapa tempat yang dapat dikunjungi yaitu air terjun Dodeok dan Geumseon selain Baekyangsa dan Naejangsa temple. Namun demikian, dalam pendakian kali ini saya hanya berkunjung kedua tempat yaitu observatory platform dan Naejangsa temple.
Jalan yang kami lalui ke dua tempat tersebut sangat ramai dipenuhi
banyak orang. Sebagian besar mereka mengabadikan keindahan warna-warna
dedaunan dengan kamera. Saya sendiri juga larut dengan suasana tersebut
dan juga tidak ketinggalan untuk memfotonya.
Cuaca mulai berubah dan sedikit demi sedikit menjadi mendung. Belum sampai kami ke observatory platform
hujan turun dengan lebatnya. Waktu yang paling baik untuk beristirahat
untuk makan siang. Sebelumnya di sepanjang jalan banyak sekali kami
temui para penjual makanan ringan seperti jagung rebus, odeng (sate yang terbuat dari ikan), dan juga makanan ringan lainnya. Saya sendiri memilih untuk pergi ke restauran dan makan sup odeng panas. Odeng
adalah salah satu makanan ringan yang paling terkenal di Korea.
Dinginnya udara pada siang hari tersebut menjadi sedikit hangat dengan
sup ini. Sambil makan saya mengamati kesibukan orang lain yang memakai
jas hujan dan payung. Pemandangan lain yang tidak kalah indahnya.
Payung-payung dan jas hujan yang berwarna warni membuat siang tersebut
menjadi lebih berwarna.
Perlu waktu dua jam lagi saya harus sampai ke observatory platform. Saya sendiri akhirnya memutuskan untuk mengunakan cable car. Antrian untuk naik cable car
begitu panjang. Perlu waktu satu jam untuk mengantri sebelum akhirnya
saya dapat giliran naik. Ketika menunggu giliran, saya mengamati kanan
dan kiri saya yang ternyata selain penuh dengan warna-warni daun juga
banyak saya temui pohon buah kesemek yang sudah matang. Buah ini sangat
popular pada musim gugur dan banyak dijual di pasar-pasar. Di sepanjang
jalan menuju terminal bis juga banyak sekali orang-orang yang menjual
buah ini. Rasa buah ini sedikit berbeda dengan kesemek di Indonesia. Di
Korea rasa kesemek sedikit manis.
Cable car ini begitu sesak dengan banyaknya orang yang ada di dalamnya. Harga untuk naik pulang pergi ke observatory platform adalah KRW 7,000 Won atau 70,000 rupiah. Ketika naik ke atas hujan sedikit reda. Pemandangan dari dalam cable car sungguh
luar biasa. Warna-warni pohon di bawah sangat indah dan terlihat dengan
jelas. Sesudah kurang lebih 10 menit perjalanan sampailah kami ke
tempat pemberhentian cable car. Sebuah restauran Korea tepat
ada di sampingnya. Saya sempatkan untuk menikmat segelas kopi sambil
mengamati orang-orang yang mencari tempat berteduh karena hujan turun
lagi. Saya sempatkan melihat berapa ketinggian tempat tersebut, yaitu
sekitar 700 meter dari permukaan laut.
Setelah hujan sedikit reda saya lanjutkan perjalanan menuju ke observatoty platform
yang berjarak sekitar 300 meter. Sudah banyak sekali orang yang berada
di sana. Sekali lagi saya dapat melihat pemandangan yang benar-benar
indah di bawah. Seluruh taman diselimuti oleh pohon yang berwarna-warni.
Merah, hijau, dan kuning adalah warna dominan yang dapat saya lihat.
Sayang sekali hujan masih turun sehingga saya tidak dapat mengambil
gambar dengan jelas. Sesudah puas menikmati pemandangan saya kembali
lagi menuju ke bawah di tempat perhentian cable car untuk melanjutkan perjalanan ke Naejangsa temple.
Dalam perjalanan menuju Naejangsa temple,
saya banyak menjumpai pasangan muda-mudi yang asyik mengambil gambar.
Hujan gerimis yang masih turun seakan tidak mereka rasakan. Sesekali
saya juga berhenti untuk menikmati indahnya butiran air yang turun di
daun pohon crimson. Warna-warna daun tersebut menjadi semakin
bersinar terang karena hujan. Udara sore hari tersebut juga lebih segar.
Teman saya yang ikut dalam rombongan mengingatkan bahwa suasana seperti
ini hanya bisa kita dapatkan jika kita mencintai alam. Alam harus kita
jaga karena itu adalah warisan untuk generasi yang akan datang.
Tidak terasa setelah berjalan kurang lebih 30 menit sampailah saya di depan Naejangsa Temple. Tempat
ini adalah salah satu tempat bersembahyang masyarakat beragama Budha.
Sangat umum bahwa di gunung-gunung di Korea akan dijumpai temple. Pada akhir minggu biasanya tempat ini akan ramai dikunjungi umat Budha. Pemandangan di depan temple sangat indah. Sebuah kolam dan juga pohon crimson
besar yang warna daunnya sudah mulai berubah. Sangat sulit untuk
mengabarkan perasaan saya ketika itu. Luar biasa indah memang Korea
ketika musim gugur. Tidaklah berlebihan jika mereka menyebutnya sebagai The Land of Morning Calm. Akhirnya, sesudah menghabiskan waktu selama 2 jam saya kembali ke Daejeon.
TIPS WISATA ALAM PEGUNUNGAN DI KOREA
- Korea punya empat musim. Setiap musim punya kekhasan tersendiri. Jika ingin menikmati mekarnya pohon Cherry datanglah pada bulan April sedangkan jika ingin menikmati perubahan warna daun Crimson datanglah pada bulan Oktober.
- Pastikan bahwa Anda tahu kapan waktu yang paling baik untuk menikmati keindahan alam ini. Mekarnya pohon Cherry hanya sekitar seminggu sedangkan perubahan warna daun Crimson juga sekitar seminggu. Jadwal mekar dan perubahan warna bisa dilihat di website Korea National Park. english.knps.or.kr
- Persiapkan peralatan untuk naik gunung seperti jaket, topi, baju naik gunung, dan juga sepatu gunung.
- Bawalah peta pendakian yang dapat diambil disetiap pintu masuk gunung tersebut.
- Naik gunung akan lebih menyenangkan jika bersama-sama dengan banyak teman.
Sumber : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/11/23/kala-musim-gugur-menyapa-korea--505442.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar